Reportase Pelatihan Tahap II: Pelatihan Penulisan Penelitian Kebijakan Kesehatan Berbasis Data Sekunder di DaSK (Masalah KIA dan Gizi)

Senin, 5 Oktober 2020

Pada Senin (5/10/2020) telah diselenggarakan pelatihan Tahap II: Pelatihan Penulisan Penelitian Kebijakan Kesehatan Berbasis Data Sekunder di DaSK untuk Masalah KIA dan Gizi. Sesi ini merupakan hari pertama dari total 2 hari pelatihan. Pelatihan berlangsung pada pukul 10.00 – 12.00 WIB di Gedung Litbang, FK – KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting.

Pelatihan tahap II ini memiliki 4 tujuan utama. Tujuan pertama agar peserta dapat mengembangkan kemampuan sebagai akademisi dan peneliti dalam penelitian kebijakan kesehatan berdasarkan metode dari ilmu sosial dan politik. Kedua, supaya peserta memahami proses penyusunan kebijakan kesehatan di berbagai topik prioritas. Ketiga, agar peserta dapat menyusun penelitian kebijakan untuk berbagai masalah kesehatan prioritas (KIA, Gizi, CVD dan Kanker). Terakhir, agar peserta dapat memanfaatkan data yang telah tersedia dalam DaSK PKMK FK - KMK UGM untuk menyusun penelitian kebijakan. Narasumber untuk pelatihan tahap II ini adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc.,PhD – Pengamat Kebijakan Kesehatan dan Bevaola Kusumasari, Dr., M.Si – Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik, FISIPOL UGM. Pelatihan dimoderatori oleh Tri Muhartini, MPA.

Pengantar Pelatihan 

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD

5okt 1

Prof. Laksono menyampaikan bahwa informasi pelatihan ini sudah dapat dibuka di Spotify (dalam bentuk Podcast). Peserta cukup mengetik keyword PKMK UGM ke dalam kolom search untuk mendapatkan seluruh podcast pelatihan dari tahap I hingga tahap III. Podcast ini juga dapat dilihat di halaman web kebijakankesehatanindonesia.net. Harapannya dengan adanya podcast ini, para peserta dapat mendengarkan materi pelatihan sembari mengerjakan kegiatan lainnya. Misalnya, seorang dokter dapat mendengarkan siaran ini saat sedang menjalani kegiatan medisnya. Lebih lanjut Laksono menjabarkan, dalam mengembangkan kemampuan sebagai akademisi dan peneliti dalam penelitian kebijakan kesehatan, pada prakteknya nanti, akan berbasis pada ilmu sosial dan ilmu politik. Sehingga terjadi pendekatan cross knowledge dalam hal ini. Laksono juga menyampaikan bahwa mulai hari ini sampai pertemuan berikutnya, peserta ditargetkan untuk dapat menemukan berbagai topik penelitian untuk pembahasan di sesi pelatihan berikutnya. Topik - topik ini bersifat fleksibel namun tetap menggunakan ilmu yang akan disampaikan oleh Bevaola di sesi berikutnya.

Memahami Penelitian dan Penulisan Kebijakan Publik
Sesi 1: Siklus Kebijakan

Bevaola Kusumasari, Dr., M.Si

5okt 1Bevaola menyampaikan bahwa materi pelatihan akan dikemas dengan cara yang simple dan praktis. Bevaola menjabarkan bahwa dengan mengetahui siklus kebijakan, akan diketahui dimana kita berdiri, sehingga akan diketahui pula dimana kita akan melakukan perubahan. Ada beberapa tahap di dalam siklus kebijakan. Pertama tahap agenda setting, yaitu tahap dimana masalah mulai muncul yang dipicu oleh beberapa hal dan disini diperlukan data. Kedua adalah policy formulation. Menurutnya, pada tahap ini sebuah isu lama bisa diangkat menjadi isu baru selama kita bisa menyajikannya dengan data baru.

Kemudian tahap policy implementation, yaitu tahapan bagaimana kebijakan itu mampu diterapkan. Proses ini sangat sulit dan butuh keahlian khusus. Ada dua komponen dalam tahap ini yaitu content dan context. Content of policy bercerita tentang kepentingan siapa yang dipengaruhi, jenis manfaat yang diberikan oleh kebijakan itu, derajat perubahan yang diinginkan dan sebagainya. Untuk menyampaikan content policy, butuh orang yang mampu me-make up isi konten sehingga lebih menarik, misalnya influencer. “Karena ketika menyampaikan konten, kita kan kebayang ya siapa yang menyampaikan, oh saya percaya orang itu atau saya tidak percaya,” ujarnya. Sedangkan context of policy melibatkan kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa, serta kepatuhan dan daya tanggap pelaksana. Dalam hal konteks, kebijakan yang sebenarnya biasa saja bisa menjadi extraordinary karena pengaruh media sosial, siapa orang yang berkuasa, dan sebagainya.

Tahap yang ketiga adalah policy implementation. Salah satu hal yang menjadi faktor keberhasilan dalam tahap ini adalah character of the leader atau leadership model. Tahap yang keempat yaitu policy evaluation. Hasil dari tahapan ini adalah apakah policy diubah atau policy diputus. Setelah itu akan muncul isu baru lagi. Nanti mulai lagi dari agenda setting, dan semua itu membentuk siklus kebijakan. Dalam membuat kebijakan, ditahap advance, ada kasus dimana kebijakan publik bukan untuk diselesaikan, tetapi hanya dikelola. Faktanya menyelesaikan masalah publik tantangannya sangat besar.

Sesi 2: Output Kebijakan

Sesi kedua disampaikan oleh Bevaola secara singkat dan padat. Pihaknya menjelaskan bahwa output kebijakan tidak hanya berupa regulasi tetapi juga tata kelola, budgeting, planning, dan peningkatan kapasitas SDM. Dalam hal regulasi, output kebijakan dapat berupa SOP atau juknis. Sedangkan dalam bidang peningkatan SDM, pelatihan - pelatihan pun bisa merupakan output kebijakan.

Sesi 3: Riset Kebijakan

Sesi kedua disampaikan oleh Bevaola secara singkat dan padat. Pihaknya menjelaskan bahwa output kebijakan tidak hanya berupa regulasi tetapi juga tata kelola, budgeting, planning, dan peningkatan kapasitas SDM. Dalam hal regulasi, output kebijakan dapat berupa SOP atau juknis. Sedangkan dalam bidang peningkatan SDM, pelatihan - pelatihan pun bisa merupakan output kebijakan.

Sesi 3: Riset Kebijakan

Pada sesi ini, Bevaola menjelaskan tentang riset kebijakan atau bahasa lainnya adalah audit kebijakan. Dalam penjelasannya, narasumber menyampaikan bahwa kegiatan ini dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu; identifikasi potensi sebagai input, identifikasi masalah kebijakan, dan identifikasi proses bisnis dari kebijakan tersebut. Identifikasi potensi dapat menggunakan metode 7M; yakni manpower, management, marketing, material, machine, method, dan money. Bevaola menyampaikan bahwa dengan kita dapat mengidentifikasi potensi, kita jadi mengetahui berapa banyak kekuatan yang kita miliki.

Selanjutnya, untuk identifikasi masalah dapat digunakan bagan atau tabel sehingga akan lebih mudah dalam merumuskan masalah utama dan isu strategisnya. Kemudian, proses identifikasi binis digunakan untuk mengetahui alur/ proses kinerja sehingga dapat digunakan sebagai evaluasi untuk meningkatkan efektivitas kinerja. Selain itu, proses ini juga dapat digunakan untuk memetakan proses dalam kinerja sehingga memudahkan dalam membuat struktur organisasi sesuai alur prosesnya. Bevaola menambahkan, hal lain dalam proses bisnis ini adalah memetakan prioritas kinerja dan kinerja pendukungnya sehingga akan mudah mengukur dan melihat capaian kinerjanya.

Di akhir sesi, Bevaola menyampaikan bahwa dalam pembuatan kebijakan, harus melibatkan banyak disiplin ilmu. Hal yang penting dalam proses penelitian kebijakan adalah analisis kebijakan, yaitu skill yang diperlukan untuk menjadi analis kebijakan (policy analyst) dan advokasi kebijakan, yaitu produk dari kebijakan berupa policy brief atau policy paper.

Sesi Diskusi

Proses diskusi berlangsung secara aktif dan interaktif. Peserta dapat bertanya menggunakan fitur chat ataupun bertanya secara langsung. Ada beberapa hal yang bisa didapat dari sesi diskusi. Diantaranya, networking merupakan suatu hal positif yang bisa dijadikan sebagai aset atau potensi dalam penelitian kebijakan. Dalam riset kebijakan, tujuan penelitian dapat dijadikan sebagai panduan agar proses bisnis dalam riset kebijakan terarah dan tidak menyimpang. Bevaola menambahkan, “Kita menghindari opini dan asumsi dalam mengumpulkan data.” Lebih lanjut narasumber menjelaskan untuk menambah data, bisa menggunakan big data (jika tersedia) atau tinjauan literatur.

Sedangkan untuk metode pengumpulan datanya beragam; bisa kualitatif, kuantitaif, atau mix-method. Terkait data yang digunakan dalam riset kebijakan, data dapat berupa hasil penelitan sendiri ataupun data sekunder. Dua sumber data ini penting, tidak ada istilah yang satu lebih penting dari yang lain. Namun, dari semua itu, yang paling penting adalah visualisasi data agar data dapat menarik minat dan perhatian pihak - pihak terkait.

Mengenai policy brief, ini bisa merupakan permintaan ataupun hasil penelitian. Namun yang perlu digarisbawahi adalah policy brief ditulis dari sebuah kajian. Sasaran policy brief adalah para pemangku kebijakan. Walaupun sasaran utamanya adalah pemangku kebijakan, policy brief harus bisa dibaca oleh semua level individu.

Pelatihan ditutup oleh moderator dengan membacakan kesimpulan pelatihan. Pelatihan hari ke-2 akan dilaksanakan pada hari Selasa, 6 Oktober 2020 jam 10.00 - 12.15 WIB. Sedangkan pelatihan tahap 3 yaitu analisis kebijakan untuk topik KIA dan Gizi akan dilaksanakan pada hari Senin dan Selasa, 19 dan 20 Oktober 2020.

Reporter: Widy Hidayah

 

 

Reportase Pelatihan Tahap I: Memahami Data Dalam Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) untuk Masalah KIA dan Gizi

1 Oktober 2020

Pada Kamis (1/10/2020) telah diselenggarakan pelatihan Tahap I: Memahami Data dalam Dashboard Sistem Kesehatan (Dask) untuk Masalah KIA dan Gizi. Acara berlangsung pukul 08.00 – 10.00 WIB di Gedung Litbang, FK – KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting. Pelatihan pemahaman data Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) tahap 1 ini merupakan bagian dari seri kegiatan Pengembangan Kebijakan Menangani Masalah - Masalah Kesehatan Prioritas berdasarkan Data DaSK. Kegiatan ini juga merupakan rangkaian dari pre-forum nasional (fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) X. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan gizi menjadi topik utama dalam pelatihan ini. Tujuan pelatihan tahap 1 ini agar peserta dapat mengakses data DaSK, memahami masalah kesehatan berdasarkan data DaSK, dan menggunakan data DaSK dalam proses analisis dan perumusan kebijakan. Dua orang narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini yaitu Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD (pengamat kebijakan kesehatan Indonesia) dan Insan Rekso Adiwibowo, MSc. (pengembang Data DaSK) dengan moderator Nike Frans, MPH.

Pembukaan

Oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD

gbr1okt

Prof. Laksono membuka pelatihan dengan memaparkan program Pengembangan Kebijakan Kesehatan Indonesia Berdasarkan Data DaSK. Kebijakan itu tidak terjadi begitu saja, dimulai dari analisis data, penyusunan dokumen kebijakan, dan pembuatan rekomendasi kebijakan. Proses ini membutuhkan waktu lama yang diharapkan akan menghasilkan produk; seperti artikel jurnal, dokumen kebijakan, dan policy brief. Dalam proses untuk menghasilkan produk - produk tersebut, akan digunakan data sekunder yang telah dimasukkan ke dalam data repository DaSK. Selanjutnya, Laksono menjelaskan tentang pendekatan blended learning sebagai bagian dari kegiatan ini. Dengan mengaplikasikan pendekatan ini, harapannya peserta - peserta pelatihan dapat menjangkau proses pembelajaran dari wilayah manapun.

Sesi 1 – Mengakses DaSK, Pengenalan Konten Utama dan Data - Data yang Terkait Konten Tersebut

Insan Rekso Adiwibowo, MSc.

gbr1okt2

Sesi satu dimulai oleh Insan dengan memaparkan website DaSK https://dask.kebijakankesehatanindonesia.net yang berisi data-data fasilitas dan SDM kesehatan, beban penyakit, penelitian kebijakan kesehatan, analisis kesehatan, dan rekomendasi kebijakan. Insan juga mengarahkan peserta untuk membuka website DaSK agar mereka dapat langsung mempraktikkan hal - hal yang didapat dari pelatihan ini. Kemudian dilanjutkan dengan pemutaran video pengenalan DaSK. Dalam satu tahun terakhir, data DaSK lebih banyak digunakan untuk memperkuat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan isu utama equity. Saat ini, pemanfaatan DaSK akan diperluas untuk memperkuat kebijakan dalam menangani masalah - masalah kesehatan prioritas seperti KIA, Gizi, CVD, dan Kanker.

Selanjutnya, Insan menyatakan DaSK dilatarbelakangi oleh kegelisahan atas banyaknya ketidaksetaraan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Ketidaksetaraan utama adalah geografis. Karenanya, sebagain besar data ditampilkan dalam bentuk pemetaan untuk melihat kesenjangan antar-daerah baik dari segi SDM, ketersediaan layanan, utilisasi layanan, maupun dari segi pembiayaan kesehatan. Lebih lanjut, Insan mengatakan bahwa dengan masuknya empat isu prioritas; KIA, Gizi, Kanker, dan Jantung dalam DaSK, diharapkan akan ada rekomendasi - rekomendasi kebijakan yang lahir untuk memperbaiki dan memperkuat layanan KIA, Gizi, Kanker, dan Jantung di Indonesia.

Sesi 2 - Membaca dan Menginterpretasikan Data Masalah Kesehatan Prioritas

gbr1okt3

Ada 3 sub pokok bahasan yang dibahas dalam sesi ini yaitu isu persebaran SDM, isu-isu mengenai utilisasi layanan, dan informasi mengenai Burden of Disease dari IHME. Dalam sesi ini, Insan langsung membimbing peserta untuk membuka dan mengakses data DaSK untuk masalah KIA dan Gizi. Dimulai dengan melihat peta persebaran obsgyn di Indonesia. Insan juga menunjukkan besaran data per provinsi di Indonesia dan memberikan contoh penggunaan data yang ada. “Dari data persebaran obsgyn, kita bisa membandingkan jumlah obsgyn dengan jumlah populasi. Kita juga bisa melakukan analisis angka kematian ibu dibandingkan dengan jumlah obsgyn di suatu wilayah. Itu adalah salah satu contoh fungsi dan indikator yang bisa dilihat dalam DaSK.” Katanya. Selanjutnya, Insan memperkenalkan data dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME). Dari data ini bisa dilihat permasalahan - permasalahan kesehatan yang diukur dari angka kematian, Years Lost due to Disability (YLD), dan Disability-Adjusted Life Year (DALY). Mengakhiri sesi ini, Insan menyatakan akan menyiapkan modul tentang panduan sitasi data dari DaSK.

Sesi 3 - Membuat Rumusan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan Data DaSK

Insan Rekso Adiwibowo, MSc. dan Nike Frans, MPH

Pada sesi terakhir didapatkan beberapa isu utama yang akan dibahas di dalam kegiatan selanjutnya. Isu KIA yang diangkat adalah tentang ketersediaan layanan spesialis dan pendidikan spesialis. Sedangkan untuk topik gizi, isu utama yang akan dibahas adalah ketersedian, definisi, dan persebaran SDM Gizi, serta bansos untuk Gizi. Pelatihan selanjutnya akan diadakan pada hari Senin dan Selasa, 5-6 Oktober 2020 jam 10.00 - 12.15 WIB dengan tema "Pelatihan Penulisan Penelitian Kebijakan Kesehatan Berbasis Data Sekunder di DaSK (Topik prioritas: KIA dan Gizi).”

Reporter: Widy Hidayah

 

 

 

Reportase Pelatihan Tahap I: Memahami Data dalam Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) untuk Masalah Jantung dan Kanker

2 Oktober 2020

Pada Jum’at (2/10/2020) telah diselenggarakan pelatihan “Memahami Data Dalam Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK)” untuk Masalah Jantung dan Kanker. Ini merupakan pelatihan tahap pertama dari rangkaian kegiatan Pengembangan Kebijakan Menangani Masalah - Masalah Kesehatan Prioritas Berdasarkan Data DaSK. Kegiatan ini juga merupakan rangkaian dari pre-forum nasional (fornas) Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) X.

Acara berlangsung pukul 10.00–11.30 WIB di Gedung Litbang, FK–KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting. Pelatihan ini mengangkat isu terkait penyakit jantung dan kanker sebagai topik utama. Tujuan pelatihan tahap 1 ini agar peserta dapat mengakses data DaSK, memahami masalah kesehatan berdasarkan data DaSK, dan menggunakan data DaSK dalam proses analisis dan perumusan kebijakan. Dua orang narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini yaitu Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD (pengamat kebijakan kesehatan Indonesia) dan Insan Rekso Adiwibowo, MSc. (pengembang Data DaSK) dengan moderator Widy Arini Nur Hidayah, MPH.

Pembukaan

Oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD

gbr1okt

Prof. Laksono membuka pelatihan dengan memaparkan program Pengembangan Kebijakan Kesehatan Indonesia Berdasarkan Data DaSK. Proses perumusan kebijakan dimulai dari analisis data, penyusunan dokumen kebijakan, dan pembuatan rekomendasi kebijakan. Proses ini akan terus berlanjut selama proses pelatihan berlangsung dan diharapkan akan menghasilkan beberapa produk seperti artikel jurnal, dokumen kebijakan, dan policy brief. Dalam proses untuk menghasilkan produk - produk tersebut, akan digunakan data sekunder yang dapat diakses melalui repository DaSK. Selanjutnya, Laksono menjelaskan tentang pendekatan blended learning sebagai bagian dari kegiatan ini. Melalui blended learning, peserta pelatihan diharapkan dapat mengikuti proses pembelajaran melalui berbagai aktivitas jarak jauh dengan berbagai metode komunikasi. Dengan mengaplikasikan pendekatan ini, harapannya peserta pelatihan dapat menjangkau proses pembelajaran dari wilayah manapun.

Sesi 1 – Mengakses DaSK, Pengenalan Konten Utama dan Data - Data yang Terkait Konten Tersebut

Insan Rekso Adiwibowo, MSc.

2okt

Sesi pertama dimulai oleh Insan dengan memaparkan website DaSK https://dask.kebijakankesehatanindonesia.net/ yang berisi data - data fasilitas dan SDM kesehatan, beban penyakit, penelitian kebijakan kesehatan, analisis kesehatan, dan rekomendasi kebijakan. Insan juga mengarahkan peserta untuk membuka website DaSK agar mereka dapat langsung mempraktikkan hal - hal yang didapat dari pelatihan ini. Dalam satu tahun terakhir, data DaSK lebih banyak digunakan untuk memperkuat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan isu utama equity. Saat ini, pemanfaatan DaSK akan diperluas untuk memperkuat kebijakan dalam menangani masalah-masalah kesehatan prioritas seperti KIA, Gizi, cardiovaskuler (CVD), dan Kanker.

Selanjutnya, Insan menyatakan bahwa pembentukan DaSK dilatarbelakangi oleh kegelisahan atas banyaknya ketidaksetaraan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Ketidaksetaraan utama adalah dari segi geografis. Karenanya, sebagian besar data ditampilkan dalam bentuk pemetaan untuk melihat kesenjangan antar daerah baik dari segi SDM, ketersediaan layanan, utilisasi layanan, maupun dari segi pembiayaan kesehatan. Lebih lanjut Insan menyatakan bahwa dengan masuknya empat isu prioritas yakni KIA, Gizi, Kanker, dan Jantung dalam DaSK, diharapkan akan ada rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang lahir untuk memperbaiki dan memperkuat layanan KIA, Gizi, Kanker, dan Jantung di Indonesia.

Sesi 2 - Membaca dan Menginterpretasikan Data Masalah Kesehatan Prioritas

2okt2

Ada 3 sub pokok bahasan yang dibahas dalam sesi ini yaitu isu persebaran SDM, isu - isu mengenai utilisasi layanan, dan informasi mengenai Burden of Disease dari IHME. Dalam sesi ini, Insan langsung membimbing peserta untuk membuka dan mengakses data DaSK untuk masalah jantung dan kanker. Dimulai dengan melihat peta persebaran dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Indonesia. Dari pemetaan data di DaSK, bisa dilihat bahwa ketersediaan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di wilayah DKI Jakarta dan area Jawa cukup tinggi dibandingkan wilayah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Papua yang jumlahnya sangat minim.

Insan juga menunjukkan cara melihat persebaran layanan rumah sakit di website DaSK. Contohnya untuk melihat rumah sakit mana saja yang menyediakan layanan bedah jantung anak. Selanjutnya Insan menunjukkan cara mengakses peta utilisasi BPJS untuk layanan jantung. Terdapat pilihan untuk melihat jumlah kunjungan, jumlah pasien, besar klaim, dan lain sebagainya di peta utilisasi ini.

“Itu contoh dari saya bagaimana mengakses DaSK, silakan Bapak dan Ibu bisa mengeksplorasi sendiri” katanya. Selanjutnya, Insan secara singkat memperkenalkan data dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME). Dari data ini bisa dilihat permasalahan-permasalahan kesehatan yang diukur dari angka kematian, Years Lost due to Disability (YLD), dan Disability-Adjusted Life Year (DALY). Sesi ini diakhiri dengan proses tanya jawab antara peserta dan narasumber terkait cara mengakses data di DaSK.

Sesi 3 - Membuat Rumusan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan Data DaSK

Insan Rekso Adiwibowo, MSc. dan Widy Arini Nur Hidayah, MPH

Pada sesi terakhir ini, peserta diminta untuk menggali isu-isu terkait jantung dan kanker, terutama isu seputar Sumber Daya Manusia (SDM) jantung dan kanker, persebaran layanan, dan burden of disease. Seorang peserta pelatihan, Hasanah Mumpuni menyampaikan isu - isu terkait jantung seperti ketersediaan layanan untuk pasien gagal jantung dan kematian akibat gagal jantung. Menurutnya, isu terkait pelayanan bukan saja disebabkan karena ketersediaan dokter spesialis namun juga ketersediaan fasilitas pelayanan jantung. Insan menanggapi bahwa melalui data DaSK kita bisa melihat kesenjangan pelayanan sehingga kemudian kita dapat memberikan rekomendasi kebijakan untuk mendorong pemenuhan pelayanan di wilayah - wilayah yang masih membutuhkan.

Sesi ditutup dengan penyampaian kesimpulan oleh Widy dan pengumuman pelatihan tahap 2 yang akan diadakan pada Senin dan Selasa, 12 - 13 Oktober 2020 pukul 10.00 - 12.15 WIB dengan tema "Pelatihan Penulisan Penelitian Kebijakan Kesehatan Berbasis Data Sekunder di DaSK (Topik prioritas: Jantung dan Kanker).”

Reporter: Nike Frans

 

 

 

Tahap I: Memahami Data dalam Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK)

Kerangka Acuan Kegiatan  Zoom Meeting

Tahap I:
Memahami Data dalam Dashboard
Sistem Kesehatan (DaSK)

Kamis – Jum’at, 1 – 2 Oktober 2020

  Pengantar

Tujuan DaSK adalah (1) menyediakan data terbaru untuk mendukung pengembangan kebijakan sistem kesehatan di Indonesia, (2) meningkatkan kemampuan sumber daya manusia kesehatan dalam kebijakan kesehatan melalui pelatihan dan kerjasama antar lembaga, dan (3) menyediakan sarana untuk komunikasi dan diskusi dalam kebijakan kesehatan di Indonesia. Data yang ada di DaSK berasal dari berbagai sumber data, antara lainL Kemenkes, BPJS, Susenas, KawalCovid-19, sampai ke IHME. Dalam DaSK ada link ke berbagai sumber data, dan ada beberapa data yang dianalisis oleh PKMK FK-KMK UGM. Struktur data cukup kompleks dan membutuhkan pelatihan tersendiri. Untuk dapat mengoptimalkan penggunaan DaSK dalam analisis dan perumusan kebijakan kesehatan yang berbasis data, langkah awal yang perlu dilakukan adalah memahami data yang tersedia dan cara kerja DaSK untuk kemudian dipakai dalam proses analisis dan rekomendasi penyusunan kebijakan. Kegiatan Tahap I adalah untuk memahami data yang ada.

  Tujuan

Tujuan dari kegiatan pelatihan pemahaman DaSK ini adalah:

  1. Peserta dapat memahami cara mengakses DaSK dan data yang tersedia di dalamnya terkait 4 masalah kesehatan prioritas
  2. Peserta dapat memahami masalah kesehatan berdasarkan data yang ditampilkan dalam Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK)
  3. Peserta dapat mengacu pada DaSK dalam proses analisis dan perumusan kebijakan kesehatan

    pengenalan dask

  Hasil yang Diharapkan

  1. Didapatkan usulan pertanyaan penelitian kebijakan kesehatan untuk masalah KIA, Gizi, CVD, dan kanker.
  2. Pemanfaatan data DaSK sebagai evidence based penelitian kebijakan untuk masalah spesifik KIA, Gizi, CVD, dan kanker

  Partisipasi

  1. Narasumber
    1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc.,PhD – Pengamat Kebijakan Kesehatan
    2. Insan Rekso Adiwibowo, M.Sc
  2. Peserta 
    1. Tim inti KIA, gizi, kanker, dan penyakit kardiovaskular
    2. Dosen/akademisi di lingkungan FK - KMK dan peneliti kesehatan di lingkungan FK - KMK
    3. Mitra, akademisi, peneliti kesehatan, dan umum.

  Waktu Pelaksanaan

Pelatihan pertama seri DaSK dan analisis kebijakan akan dibagi menjadi dua kelompok:

Topik KIA dan Gizi

Hari, tanggal : Kamis, 1 Oktober 2020 
Pukul : 08.00 - 10.00 WIB

  reportase     pengantar     Pemaparan     diskusi

Topik Kanker dan Penyakit Kardiovaskuler

Hari, tanggal : Jumat, 2 Oktober 2020 
Pukul : 10.00 - 12.00 WIB

  reportase     pengantar     pemaparan     diskusi

 

 

  Narahubung 

Maria Lelyana
Telp: 0274-549425 / 081329760006
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

 

Pelatihan Menulis Artikel & Opini di Media Massa Berdasarkan Evidence Based Untuk Mempengaruhi Pemangku Kepentingan

Kerangka Acuan Kegiatan

Forum Strategi Advokasi Kebijakan JKN
Pelatihan Menulis Artikel & Opini di Media Massa Berdasarkan Evidence Based Untuk Mempengaruhi Pemangku Kepentingan

15 dan 22 Desember 2020  |  Pukul 10.00 - 12.00 WIB

 

  Latar Belakang

Melaksanakan proses advokasi kebijakan membutuhkan banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk mendukung keberhasilan dalam mempengaruhi agenda kebijakan. Penyusunan strategi perlu dilakukan sebelum melakukan advokasi. Bagian dari strategi yang paling penting adalah memiliki tools (alat) sebagai dasar dari advokasi. Alat tersebut seperti hasil penelitian, dokumen analisis kebijakan (policy brief, policy memo, policy note, naskah akademik, dan policy paper), artikel, opini dan berbagai alat lainnya untuk menyampaikan masalah dan usulan ke seluruh pemangku kepentingan.

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM telah memiliki dua alat advokasi kebijakan dalam isu jaminan kesehatan nasional (JKN) yaitu laporan peneltiian dan dokumen analisis kebijakan. Akan tetapi, untuk memperluas informasi mengenai masalah dan usulan kebijakan JKN, PKMK juga membutuhkan publikasi artikel dan opini di media massa. Hal tersebut dibutuhkan karena melibatkan media massa dalam proses advokasi kebijakan merupakan salah faktor yang dapat mendukung perluasan transfer pengetahuan.

  Tujuan

  • Memahami struktur penulisan artikel di media massa
  • Menghasilkan artikel dan opini mengenai penguatan kebijakan JKN di media massa
  • Memperluas pengetahuan tentang massalah dan usulan untuk kebijakan JKN
  • Memperkuat jejari koalisi advokasi kebijakan JKN

  Hasil

  • Outline artikel dan opini tentang kebijakan JKN berdasarkan evidence based
  • Draft artikel dan opini tentang kebijakan JKN berdasarkan evidence based

  Target Peserta

  • Tim Internal Advokasi Kebijakan JKN PKMK FK - KMK UGM
  • Mitra Penelitian JKN Projek KSI
  • Responden Koalisi Advokasi Kebijakan JKN
  • Peneliti PKMK FK - KMK UGM

  Agenda Acara

Hari, tanggal : Selasa, 15 dan 22 Desember 2020
Pukul : 10.00 – 12.00 WIB

Hari 1, Selasa, 15 Desember 2020
Menulis Artikel dan Opini di Media Massa Berdasarkan Evidence Based Untuk Mempengaruhi Pemangku Kepentingan

Waktu Kegiatan Menulis Artikel Narasumber
10.00 – 10.05 Pembukaan Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D
10.05 – 10.35 Strategi Menulis Artikel dan Opini di Media Massa Engelbertus Wendratama, M.A.
10.35 – 10.50 Diskusi: Tanya Jawab Engelbertus Wendratama, M.A.
10.50 – 11.25

Latihan
Hasil: Outline Artikel atau Opini

Engelbertus Wendratama, M.A.
11.25 – 11.55 Review Hasil Latihan Engelbertus Wendratama, M.A.
11.55 – 12.00 Penutupan  

materi   Video 

 

Hari 2, Selasa, 22 Desember 2020
Review Hasil Penulisan Artikel dan Opini

Waktu Kegiatan Menulis Opini Narasumber
10.00 – 10.05 Review materi pertemuan 1 Moderator
Tri Muhartini
10.05 – 10.45 Presentasi tugas latihan

Didampingi: Engelbertus Wendratama, M.A

10.45 – 11.15 Latihan
Finalisasi Draft Artikel atau Opini
Engelbertus Wendratama, M.A
11.15 – 11.55

Review akhir

Engelbertus Wendratama, M.A
11.55 – 12.00 Penutupan  

VIDEO 

 

  Informasi Konten

Tri Muhartini
Telp 0896-9338-7139
Email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

 

 

 

 

 

Pelatihan DaSK dan Analisis Kebijakan, Tahap I: Memahami Dashboard Sistem Kesehatan

Kerangka Acuan Kegiatan

Pelatihan DaSK dan Analisis Kebijakan
Tahap I: Memahami Dashboard Sistem Kesehatan

  Pengantar

Hingga saat ini, empat masalah kesehatan prioritas (kesehatan ibu dan anak/KIA, stunting, penyakit kardiovaskuler dan kanker) masih menjadi tantangan bagi sistem kesehatan baik di tingkat pusat maupun di tingkat kabupaten. Kementerian Kesehatan melalui berbagai direktorat terkait telah mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program kesehatan untuk menangani masalah prioritas tersebut. Namun demikian, diperlukan analisis lebih lanjut bagaimana agar kebijakan dan program kesehatan tersebut lebih dapat dikembangkan berdasarkan data terkini dan sesuai dengan konteks lokal spesifik.

Berawal dari kebutuhan di atas, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM mengembangkan upaya untuk memperkuat penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berbasis bukti atau data. Salah satu tahapan yang telah diinisiasi adalah dengan pembuatan data repository yaitu DaSK (Dashboard Sistem Kesehatan) yang memuat berbagai data-data kesehatan terutama terkait empat masalah kesehatan tersebut.

Tujuan pembuatan DaSK adalah (1) menyediakan data terbaru untuk mendukung pengembangan kebijakan sistem kesehatan di Indonesia, (2) meningkatkan kemampuan sumber daya manusia kesehatan dalam kebijakan kesehatan melalui pelatihan dan kerjasama antar lembaga, dan (3) menyediakan sarana untuk komunikasi dan diskusi dalam kebijakan kesehatan di Indonesia.

Untuk dapat mengoptimalkan penggunaan DaSK dalam analisis dan perumusan kebijakan kesehatan yang berbasis data, langkah awal yang perlu dilakukan adalah memahami cara kerja DaSK untuk kemudian dipakai dalam diskusi penyusunan kebijakan. Oleh karena itu, akan dilakukan seri pelatihan DaSK dan analisis kebijakan. Pelatihan pertama ditujukan untuk memahami DaSK.

  Tujuan

Tujuan dari kegiatan pelatihan pemahaman DaSK ini adalah:

  1. Peserta dapat memahami cara mengakses DaSK dan data yang tersedia didalamnya terkait 4 masalah kesehatan prioritas
  2. Peserta dapat memahami masalah kesehatan berdasarkan data yang ditampilkan dalam Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK)
  3. Peserta dapat mengacu pada DaSK dalam proses analisis dan perumusan kebijakan kesehatan

  Hasil yang diharapkan

  1. Didapatkan usulan pertanyaan penelitian kebijakan kesehatan untuk masalah KIA, Gizi, CVD, dan kanker.
  2. Pemanfaatan data DaSK sebagai evidence based penelitian kebijakan untuk masalah spesifik KIA, Gizi, CVD, dan kanker

  Partisipasi

  1. Narasumber
    1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD
    2. Insan Rekso Adiwibowo, MSc.
  2. Peserta 
    1. Tim inti KIA, gizi, kanker, dan penyakit kardiovaskular
    2. Dosen/akademisi di lingkungan FK-KMK dan peneliti kesehatan di lingkungan FK-KMK
    3. Mitra, akademisi, peneliti kesehatan, dan umum.

  Pelaksanaan Kegiatan

Pelatihan pertama seri DaSK dan analisis kebijakan akan dibagi menjadi dua kelompok:

1. Topik KIA dan Gizi

Waktu: Kamis, 1 Oktober 2020
Pukul 10.00 - 12.00 WIB
Media: Zoom

2. Topik Kanker dan Penyakit Kardiovaskuler

Waktu: Jumat, 2 Oktober 2020
Pukul 10.00 - 12.00 WIB
Media: Zoom


  Narahubung

Nike Frans
HP: 081289547344
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

Widy Arini Nur Hidayah
HP: 082122637003
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

  Informasi Kepesertaan

Maria Lelyana
Telp: 0274-549425 / 08111019077
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

 

 

 

Reportase Webinar Konsep Reformasi Sistem Kesehatan 2021 - 2024

19 Agustus 2020

Kementerian PPN/BAPPENAS pada Rabu, 19 Agustus 2020 pukul 13.00 – 17.00 WIB menyelenggarakan webinar Konsep Reformasi Sistem Kesehatan 2021 - 2024 di Jakarta melalui zoom meeting yang diikuti oleh 377 pastisipan dan dapat diikuti secara livestreaming Youtube. Webinar ini bertujuan untuk mengembangkan konsep reformasi sistem kesehatan nasional yang dikembangkan oleh Bappenas serta menginformasikan bagaimana strategi pelaksanaannya, dan untuk memperoleh masukan dari berbagai lembaga - lembaga terkait.

Webinar ini dimoderatori oleh Dewi Amila S., SKM., M.Sc dengan menghadirkan beberapa narasumber yaitu Pungkas Bahjuri Ali, PhD selaku Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas, Prof. dr. Ascobat Gani, MPH selaku akademisi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dr. Siswanto, MHP., DTM selaku Analis Kebijakan Ahli Utama Litbangkes, dr. Widyastuti, MKM selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dr. Robby Kayame, SKM., M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dr. Mohammad Subuh, MPPM selaku Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) serta Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc selaku keynote speaker.

Pada sesi pertama, Pungkas Bahjuri Ali, PhD memaparkan bahwa reformasi sistem kesehatan harus didukung dengan adanya pembiayaan kesehatan yang cukup tinggi. Namun, pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah karena terbatasnya kemampuan negara untuk mendapatkan income dari PDB karena tax ratio Indonesia cukup rendah yaitu sekitar 11%. Jika rasio pajak tidak dapat ditingkatkan maka akan mempengaruhi sektor kesehatan dan pembangunan secara keseluruhan sehingga akan menyulitkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Tantangan lainnya adalah kapasitas daerah yang belum merata, sedangkan tantangan yang ditemui dalam masa pandemi COVID-19 adalah sistem surveilans kesehatan belum terintegrasi dan real-time, terjadinya beban ganda penyakit di Indonesia, pemenuhan obat dan sediaan farmasi masih bergantung pada negara lain, belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi sistem kesehatan, belum sinkron antara kebutuhan, produksi dan distribusi tenaga kesehatan, upaya promotif preventif kesehatan melalui GERMAS masih belum optimal.

Reformasi sistem kesehatan nasional perlu ditekankan pada 8 area reformasi yaitu pendidikan dan penempatan tenaga kesehatan, penguatan puskesmas, peningkatan kualitas rumah sakit dan pelayanan kesehatan DPTK, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, ketahanan kesehatan, pengendalian penyakit dan imunisasi, pembiayaan kesehatan, serta teknologi informasi dan pemberdayaan masyarakat.

Melanjutkan narasumber pertama, narasumber kedua Prof. dr. Ascobat Gani, MPH memaparkan urgensi reformasi sistem kesehatan untuk percepatan pencapaian sasaran kesehatan. Beberapa contextual situation yang tidak dapat diabaikan dalam reformasi kesehatan adalah adanya pandemi COVID-19, krisis ekonomi, fiscal capacity, desentralisasi, disparitas akses dan mutu pelayanan kesehatan, disparitas status kesehatan, dan penduduk miskin.

Melakukan reformasi kesehatan maka harus dengan mengendalikan pandemi sekaligus karena pandemi COVID-19 menyebabkan terhambatnya kinerja posyandu, program penyakit menular, program gizi serta program KIE KB, menambah beban pelayanan kesehatan di rumah sakit dan penyakit tidak menular, fiscal nasional dan derah tergerus serta menambah penduduk miskin. Oleh karena itu, untuk melakukan urgensi reformasi sistem kesehatan perlu ditekankan pada beberapa elemen reformasi yaitu regulasi, tata kelola dengan melakukan penguatan dinas kesehatan dan revisi pada SPM, sistem informasi, sumber daya kesehatan, farmasi dan alat kesehatan, perubahan perilaku, peran strategis puskesmas, pembiayaan, puskesmas DTPK.

Pada sesi ketiga, dr. Siswanto, MHP., DTM memaparkan pengalaman penanganan COVID-19 dan urgensi reformasi sistem kesehatan. Beberapa strategi Indonesia dalam melawan pandemi COVID-19 adalah membuat gugus tugas COVID-19 dari tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota lalu dibentuk juga Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), semua kompenen terkoneksi secara “sistem”, meningkatkan tes PCR, melakukan 3T, penguatan kapasitas RS dan puskesmas, serta pemberdayaan “masyarakat tangguh melawan COVID-19”.

Dalam menangani COVID-19 secara kebijakan sudah runut dan bagus, akan tetapi kedisiplinan masyaralat masih lemah. Sehingga diperlukan perubahan perilaku masyarakat. Strategi yang dilakukan disesuaikan dengan tingkat kerentanan, risiko dan kapasitas yang dimiliki. Reformasi sistem kesehatan yang perlu dilakukan dari pengalaman adanya pandemi COVID-19 adalah perlunya penguatan pada primary health care, penguatan pelayanan kesehatan rujukan, pemenuhan SDM kesehatan, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, penguatan pembiayaan, pengembangan teknologi informasi serta penguatan leadership dan manajemen di sistem kesehatan kabupaten kota untuk mampu mendesain kegiatan yang inovatif.

Adapun reformasi kesehatan terkait kegawatdaruratan kesehatan masyarakat dilakukan dengan penguatan lab kesehatan masyarakat dan penguatan sistem surveilans nasional. Sedangkan reformasi kesehatan terkait penguatan UKM, pelayanam kesehatan esensial melalui INOVASI. Berpikir sistem dalam reformasi kesehatan dalam pandemi COVID-19 adalah apakah masyarakat dapat dilayani dengan cepat, bagaimana pembiayaannya apakah sudah ditanggung BPJS atau belum, dan lain sebagainya. Sedangkan berpikir sistem dalam reformasi kesehatan adalah harus bisa menjawab bahwa penguatannya adalah untuk rakyat.

Selain pemaparan 3 narasumber, dr. Mohammad Subuh, MPPM menambahkan beberapa hal berikut :

  1. Terdapat banyak pertanyaan terkait SKN (PERPRES 72/2012) diantaranya apakah sistem tersebut bermasalah, apakah penerapan sistem yang ada bermasalah, atau terbatas dukungan untuk menjalankan sistem.
  2. Reformasi kesehatan tidak bisa dikerjakan sendiri oleh pusat tetapi harus didukung oleh daerah karena pergerakan pelaksanaannya ada di daerah dan perlu dilakukan penguatan percepatan pemberdayaan daerah.
  3. Sistem kesehatan sudah ada dalam respon perkembangan penyakit yang dikemas dalam rangka International Heath Regulation maupun Global Health security agenda dalam hal ketahanan kesehatan nasional namun masih terdapat kelemahan di tingkat tatatan masyarakat dimana community based surveillance tidak dijalankan.

Selain itu, Dr. Robby Kayame, SKM., M.Kes menambahkan bahwa terjadi kesulitan dalam reformasi kesehatan di Papua yaitu mengalami kesulitan karena keterlambatan dalam penerimaan anggaran kesehatan dari pusat dan adanya perbedaan pemahaman pada masyarakat papua terkait konsep sakit dan penyakit.

Adapun rencana reformasi kesehatan di Papua adalah perlunya dilakukan penguatan manajemen di kabupaten/kota, penguatan SDM kesehatan, penguatan mental aparatur petugas kesehatan agar bersedia untuk ditempatkan di daerah terpencil, kelancaran pendistibusian dana BOK, bertambahnya puskesmas dan rumah sakit terstandar/akreditasi, membangun rumah sakit orang asli papua (OAP), penguatan kemitraan karena papua merupakan wilayah yang luas, perlunya meningkatkan partisipasi masyarakat.

Pada sesi terakhir, drg. Ani Puspitawati mewakili dr. Widyastuti, MKM menambahkan bahwa di DKI Jakarta akan melakukan reformasi kesehatan pada pelayanan kesehatan milik pemerintah daerah yaitu RSUD dan puskesmas. Adapun persiapan proses reformasi dilakukan dengan membuat analisis SWOT sistem pelayanan kesehatan di daerah, survei persepsi masyarakat terhadap layanan kesehatan, curah pikiran dengan narasumber, kajian literatur sebagai bentuk masukan dan saran untuk melakukan reformasi agar dapat berjalan dengan baik dan tepat.

Dari hasil tersebut maka konsep reformasi yang akan dilakukan adalah membangun konsep holding dalam sistem pelayanan kesehatan, membangun standarisasi fasilitas pelayanan kesehatan serta membangung KPI yang bermakna sehingga setiap faskes mampu menghadirkan dimensi baru dari pelayanan kesehatan itu sendiri. Reformasi kesehatan yang akan dilakukan di RSUD yaitu reformasi konsep, manajemen, pelayanan, kinerja dan membangun kolaborasi dengan BUMN dan swasta. Sedangkan reformasi kesehatan yang akan dilakukan di puskesmas adalah pemisahan UKM dan UKP, penguatan konsep UKM, kolaborasi dengan BUMN dan swasta, serta penerapan konsep PSO.

Reporter : Siti Nurfadilah H./PKMK FK-KMK UGM

 

 

 

 

 

 

Review Undang-undang (UU) Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)

Forum Analisis Kebijakan Seri VI

Review Undang-undang (UU) Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)

23 Juli 2020

Tri Aktariyani, MH membuka webinar ini dengan menyatakan bahwa fasilitas ini merupakan media komunikasi yang digunakan oleh PKMK FK - KMK UGM untuk menyampaikan hasil penelitian. Hasil penelitian yang akan disampaikan dari 2014 hingga 2020 adalah evaluasi Jaminan Kesehatan Nasional. Dengan berkolaborasi bersama 16 mitra perguruan tinggi di 13 provinsi, PKMK telah melakukan analisis kebijakan JKN yang mendalam tentang tata kelola jaminan kesehatan, disparitas dalam layanan kesehatan, mutu dan potensi kecurangan (fraud) di layanan kesehatan.

Prof Laksono Trisnantoro selaku pengamat kebijakan JKN mengatakan bahwa penting untuk menyadari proses kebijakan terdiri dari penetapan agenda, perumusan kebijakan, penetapan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan pemantauan serta evaluasi kebijakan. Pada tahap pemantauan dan pengawasan dan menemukan beberapa temuan yang dapat membuat kita berpikir untuk merivisi UU ataupun aturan pelaksana. Kita sebagai masyarakat diberikan kebebasan dalam berpartisipasi dalam membuat laporan publik. Prof Laksono menyampaikan hasil temuan dan merekomendasikan adanya perubahan UU pada produk hukum UU SJSN pasal 1 ayat dimana dana amanat harus dikumpulkan ke dalam single pool. Dana dari kelompok PBI APBN yang surplus tidak digunakan untuk melakukan kebijakan lain yang bertujuan untuk melakukan pemerataan layanan kesehatan, namun digunakan Kembali untuk membayar kerugian pada kelompok lain.

Prof Laksono menyampaikan perlu dilakukan kompartemenisasi sehingga dana dari PBI APBN tidak digunakan oleh kelompok lainnya. Pasal lainnya yang perlu diubah dalam daftar adalah kepesertaan yang bersifat wajib sebagai anggota BPJS Kesehatan, prinsip ekuitas yang tidak memiliki definisi yang jelas, kebijakan kompensasi yang belum berjalan dan juga masalah data yang mengakibatkan pemerintah daerah tidak memiliki gambaran yang jelas apa yang terjadi diwilayahnya. Laksono menutup pemaparan dengan menyampaikan bahwa PKMK UGM berkolaborasi dengan para mitra universitas akan melakukan advokasi dalam hingga tahun depan sehingga UU SJSN dan BPJS Kesehatan dapat direvisi.

Pembahas yang pertama, Emanuel Melkiades Laka Lena selaku wakil komisi IX DPR RI menyampaikan apresiasi sebesar - besarnya kepada PKMK dan para mitra universitas. Emanuel menyakini bahwa JKN dan UU SJSN harus selalu diuji, dievaluasi, diperbaiki dan disempurnakan dari waktu ke waktu kerena kita menyadari bahwa dinamika perubahan kepada undang - undang. Usulan tersebut akan didiskusikan dalam rapat biasa dan rapat dengar pendapat bersama Komisi IX. Pihaknya juga menyampaikan bahwa saat ini komisi IX telah membentuk Panitia Kerja tentang PBI, JKN, InaCBGs, dan BPJS kesehatan. Komisi IX telah berbenah, mengkaji dan memberikan rekomendasi dengan melihat titik temu dan titik beda dari tiap panitia kerja tersebut. Emanuel juga mengarisbawahi bahwa dengan momentum pandemi COVID-19 ini, perbaikan sistem sosial tepat dilaksanakan.

Pembahas kedua, Dr Indra Budi Sumantoro, S.Pd, MM dari DJSN, membuka komentar dengan ciri JKN yang sentralistik berawal dari kata kunci setiap orang dan seluruh rakyat sehingga pelaksanaannya harus secara nasional. Selain itu ada mazhab hukum bilangan besar, sehingga robustness semakin kuat dan juga akan semakin menarik ketika kita membicarakan tentang akuntabilitas. Di sisi lain, Indra menyampaikan tentang pembatasan benefit package, yang harusnya sejalan dengan UU SJN yang menyatakan bahwa penyakit yang berkaitan dengan moral hazard akan dikenakan iur biaya belum terlaksana. Indra melihat bahwa sebenarnya masalah di JKN ini adalah masalah implementatif, sehingga apabila dilakukan revisi harus komprehensif dan kolektif. Revisi tersebut tidak hanya diharapkan kepada UU SJSN dan JKN saja namun juga perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai asuransi ketenagakerjaan. Pihaknya menegaskan bahwa perlu dilakukan kajian lebih dalam tentang dana PBI APBD yang seolah mensubsidi orang kaya. Pemikiran tentang standarisasi pelayanan kesehatan diperlukan peraturan bersama. Indra menutup pembahasan dengan menyatakan bahwa JKN itu merupakan jaminan sosial yang bukan merupakan urusan kesehatan.

Pembahas terakhir, drg. Jenni Wihartini dari BPJS Kesehatan, menyampaikan bahwa kita tidak bisa melihat satu sisi saja dimana ada disparitas layanan tapi sebenarnya dampak JKN kepada pertumbuhan ekonomi ini sangat luar biasa. Salah satu kajian dari Teguh Dartanto dan rekan dari FEB UI melaporkan bahwa sudah ada jutaan masyarakat yang bisa tertolong ke jurang kemiskinan. Penelitian dari World Bank diperlihatkan sebelum dan sesudah riset terlihat bahwa terdapat pengeluaran dari out of pocket yang jauh menurun bahwa hampir tidak ada. JKN juga menyebabkan kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan itu semakin kecil, sehingga kita melihat bahwa program JKN ini sangat bermanfaat. Jenni juga menyampaikan bahwa revenue dan spending lebih banyak FKTRL dan hanya 20 % terjadi FKTP. Kalau diberlakuakn komparteminsasi maka risk big pooling ini akan terkotak - kotak dan terkendala.

Prof Laksono kembali menanggapi pembahasan yang diberikan dengan menegaskan bahwa dilihat dari UU SJSN dan BPJS, pemerintah daerah tidak memiliki risiko yang buruk dan semua risiko tersebut ditanggung pemerintah pusat. Akibatnya pemerintah daerah tidak memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan penyakit yang ada di masyarakat. Kondisi ini merupakan sebuah moral hazard yang berbahaya sekali karena kegiatan jaminan sosial ini berlansungnya di daerah namun pemerintah daerahnya tidak memiliki tanggung jawab berbasis risiko. Skema insentif untuk peningkatan promotif dan preventif belum muncul dan ini menjadi info kunci yang menarik. Ditambah lagi, seluruh informasi data JKN berada di BPJS pusat sehingga BPJS cabang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan skema berbagi data. Laksono mengungkapkan bahwa mengapa perlu diberlakukan skema kompartemenisasi karena dana PBI APBN dari 2014 hingga 2018 masih sisa bahkan totalnya bisa mencpai 20 triliun sementara kelompok PBPU itu defisit hingga 60 triliun. Hal ini mengakibatkan dana sisa PBI APBN tidak bisa dipakai untuk kompensasi namun dipakai untuk menutup defisit namun itupun masih kurang. Sistem single pool mempermudah pengambilan dana dari kelompok mana saja.

Reporter: Relmbuss Biljers Fanda