Reportase Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Sumatera Utara

(Studi Kasus Pembiayaan Penyakit Katastropik Melalui Data Sampel BPJS Kesehatan)

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM, menggelar webinar Forum Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bertajuk “Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi Dalam Penguatan Dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN”. Kegiatan ini terdiri atas enam seri dan dilaksanakan pada setiap bulan dari Juni – Desember 2022 dengan melibatkan mitra dari perguruan tinggi di beberapa provinsi. Pada seri ketiga (31/08/22), webinar dilaksanakan bersama mitra PKMK dari Universitas Sumatera Utara yaitu Dosen Dr. Juanita, SE., M.Kes sebagai narasumber utama untuk membahas Studi Kasus Pembiayaan Penyakit Katastropik Melalui Data Sampel BPJS Kesehatan di Sumatera Utara.

Webinar ini juga melibatkan pembahas yaitu dr. Miko dari perwakilan Dinas Kesehatan Sumatera Utara, dr. Ardytia Lesmana sebagai Kepala Bidang PMR Kantor Cabang Padang Sidempuan dari BPJS Kesehatan dan Ika Hardina Lubis, SE,M.SE, MA sebagai Kepala Bidang Perencanaan Sumber Daya Manusia dan Sosial Budaya, Bappeda Sumatera Utara. Seluruh kegiatan webinar seri ketiga ini di fasilitasi oleh Siti Khadijah Nasution selaku Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Kegiatan seri ketiga ini dibuka oleh M. Faozi Kurniawa selaku peneliti pembiayaan kesehatan dari PKMK FK-KMK UGM. Dalam pembukaan Faozi menekankan strtaegi yang perlu ditekankan untuk pemerintah daerah dalam memperkuat pembiayaan kesehatan di daerah untuk transformasi sistem kesehatan. Setelah pembukaan, moderator mempersilahkan kepada narasumber yaitu Juanita untuk memaparkan materi yang membahas tentang kondisi prevalensi penyakit katastropik di Sumatera Utara berdasarkan data rill dan sampel BPJS Kesehatan.

Dari gambaran kondisi tersebut, tergambarkan bahwa penyakit katastropik yang paling tinggi di Sumatera Utara adalah gagal ginjal yang memiliki klaim cukup banyak diantara penyakit lainnya. Juanita menjelaskan bahwa tingginya penyakit katastropik di Sumatera Utara di pengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang kurang sehat dan masih terbatasnya program preventif-promotif untuk penangan penyakit tidak menular (PTM).

Selain itu, Juanita juga mengusulkan rekomendasi dengan: 1) pencegahan faktor risiko dari tangkat pobindu, puskesmas, sekolah dan masyarakat secara umum dengan melakukan edukasi; 2) kolaborasi perguruan tinggi bersama pemerintah daerah dan masyarakat untuk minindak lanjuti hasil penelitian; 3) pengawasan makanan dan minuman dari industry rumahan; dan 4) sosialisasi GERMAS ke berbagai pemangku kepentingan di daerah.

Setelah sesi pemaparan, moderator memberikan kesempatan kepada tiga pembahas untuk memberikan tanggapan. Ketiga pembahas menyepakati gambaran kondisi prevalensi katastropik di Sumatera Utara. Pembahas juga menyetujui untuk rekomendasi dalam penanganan katastropik ini perlu dilakukan karena dapat mendukung pencapaian target indikator RPJMD Sumatera Utara. Diskusi dengan para pembahas dan narasumber di lanjutkan melalui sesi tanya jawab. Pada sesi ini, terdapat penekanan untuk pemerintah daerah dapat berkolaborasi dengan perguruan tinggi melalui pemanfaatan hasil penelitian dan analisis yang telah tersedia.

Link Terkait:

Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi Dalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di DaerahDalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Daerah

 

 

Webinar Tantangan dan Strategi dalam Menghadapi Maraknya Promosi Produk Pengganti ASI

Kerangka Acuan Kegiatan

Webinar Tantangan dan Strategi dalam Menghadapi Maraknya Promosi Produk Pengganti ASI

31 Agustus 2022  |  Pukul : 13.00-14.20 WIB

   Latar Belakang

Air susu ibu dianggap sebagai sumber nutrisi terbaik bagi bayi. ASI secara luas diakui sebagai cairan biologis yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. WHO merekomendasikan bahwa bayi harus disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan. Selain nutrisinya, menyusui itu nyaman dan murah, serta melekatkan ikatan bagi ibu dan bayi.

Masalah menyusui menjadi masalah serius di masyarakat tertentu ketika perusahaan susu formula ikut berperan dan meluncurkan program promosi mereka di masyarakat itu. Formula bayi dimaksudkan sebagai pengganti makanan bayi yang efektif. Meskipun produksi produk yang identik dengan ASI tidak mungkin dilakukan, setiap upaya telah dilakukan untuk meniru profil nutrisi ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal. Susu sapi atau susu kedelai paling sering digunakan sebagai bahan dasar, dengan bahan tambahan ditambahkan untuk lebih mendekati komposisi ASI manusia dan untuk mendapatkan manfaat kesehatan, termasuk zat besi, nukleotida, dan komposisi campuran lemak.

Para ibu mendapatkan informasi dan saran pemberian makan bayi dari berbagai sumber. Salah satu caranya adalah melalui informasi promosi dari perusahaan susu formula bayi. Ini bisa melalui iklan media massa, distribusi materi promosi, dan kegiatan pemasaran point-of-purchase. Kedua, perusahaan mencoba menjangkau ibu secara tidak langsung dengan menumbuhkan preferensi merek melalui kontak dan dukungan dari profesional kesehatan. Kegiatan yang ditujukan untuk bidang medis antara lain mendukung konferensi dan seminar profesional; membayar biaya untuk pertemuan profesional; perlengkapan dan perlengkapan perabotan; dan lain - lainnya.

Oleh karena itu, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK - KMK UGM) menyelenggarakan webinar dengan judul “Tantangan dan Strategi dalam Menghadapi Maraknya Promosi Produk Pengganti ASI”.

   Tujuan 

Kegiatan ini dilakukan untuk memperingati hari ASI sedunia. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk:

  1. Mengetahui situasi pelaksanaan pemberian ASI sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu
  2. Mengetahui strategi dan tantangan kebijakan pemberian ASI termasuk penggunaan produk pengganti ASI.
  3. Membahas penguatan kebijakan penggunaan produk pengganti ASI.

   Target Peserta

  1. Pengambil keputusan nasional dan daerah.
  2. Akademisi bidang kesehatan masyarakat, kebijakan kesehatan, dan lain - lain.
  3. Peneliti, konsultan dan pemerhati bidang kesehatan masyarakat, kebijakan kesehatan, dan sebagainya.
  4. Pemangku kepentingan lainnya.

   Narasumber

  1. Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
    • Situasi pelaksanaan pemberian ASI di DIY
    • Tantangan dan strategi dalam menghadapi promosi produk pengganti ASI di DIY
  2. Annisa Septy Nurcahyani, M.Tr.Keb (Konselor Laktasi)
    • Tantangan dan strategi dalam mengedukasi pemberian ASI eksklusif dan menghadapi maraknya promosi produk pengganti ASI

   Pembahas

  1. Direktorat Gizi dan KIA, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI
  2. WHO

   Agenda Kegiatan

Hari/Tanggal : Rabu, 31 Agustus 2022
Pukul : 13.00-14.30 WIB

   Detail Kegiatan

Waktu Kegiatan Pembicara
13.00 – 13.05 WIB

Pembukaan

13.00 – 13.10 WIB Sambutan

Shita Listya Dewi, Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan Masyarakat, PKMK FK-KMK UGM

video

13.10 – 13.40 WIB

Pemaparan

Endang Pamungkasiwi, S.KM., M.Kes - Dinkes DIY 

video   materi

Annisa Septy Nurcahyani, M.Tr.Keb 

video   materi

13.40 – 14.00 WIB

Pembahasan

Ir. Mursalim, MPH
(Direktorat Gizi & KIA, Kemkes RI )

video

14.00 – 14.15 WIB

Diskusi dan Tanya Jawab 

14.15 – 14.20 WIB

Penutupan 

REPORTASE 

 

Narahubung

Ardhina Nugrahaeni  |  WA: 0896-7934-4417

 

 

Webinar Perempuan dan Upaya Pencegahan serta Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Kerangka Acuan Kegiatan

Webinar Perempuan dan Upaya Pencegahan serta Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Kamis, 29 September 2022  |  Pukul : 13.00-14.30 WIB

   Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti stroke, penyakit jantung iskemik (PJI), dan penyakit jantung hipertensi, merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia berdasarkan hasil kajian Global Burden of Disease Study pada 2019.1 Faktor - faktor yang diketahui berkontribusi secara substansial dalam menyebabkan beban kesakitan penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia sekurang - kurangnya meliputi pola makan, tekanan darah sistolik yang tinggi, kadar gula darah puasa yang tinggi, perilaku merokok, indeks massa tubuh yang tinggi, polusi udara, kolesterol tinggi, dan kurangnya aktivitas fisik.2 Faktor - faktor risiko serta akses kepada pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah juga dipengaruhi oleh determinan sosial ekonomi, seperti kondisi geografik, pendapatan, tingkat pendidikan, dan gender.

Perspektif gender berpengaruh pada upaya - upaya pencegahan dan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah. Menurut Bots dkk. (2017), penyakit jantung dan pembuluh darah seringkali dipersepsikan sebagai “a man’s disease” atau penyakit laki - laki.6 Asumsi - asumsi ini berasal dari mispersepsi sepanjang sejarah, bahwa manifestasi penyakit jantung dan pembuluh darah pada perempuan tidak sama dengan gejala - gejala yang dialami oleh laki - laki.6 Sementara itu, di Indonesia, perempuan diperkirakan memiliki kerentanan yang lebih besar pada faktor - faktor risiko biologis, seperti hipertensi, kolesterol tinggi, dan indeks massa tubuh yang tinggi.7 Selain itu, perempuan di Indonesia juga memiliki kerentanan sosial ekonomi yang lebih besar dibandingkan laki - laki, yang dapat berpengaruh pada akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan.

Di Indonesia, prioritas program kesehatan bagi perempuan lebih banyak terfokus pada area kesehatan ibu, anak, dan bayi baru lahir.7 Penyakit jantung dan kardiovaskular belum menjadi fokus spesifik bagi program - program kesehatan perempuan di Indonesia.7 Hal ini berpotensi menciptakan kesenjangan pelayanan kesehatan jantung dan pembuluh darah yang terkait gender.

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK - KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengidentifikasi pentingnya penguatan pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah yang mengakomodasi kebutuhan dan tantangan yang dialami perempuan guna mencapai pemerataan pelayanan kesehatan di Indonesia. Webinar ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Jantung Nasional yang jatuh pada bulan September 2022. Webinar ini diharapkan dapat memfasilitasi dialog antara berbagai pemangku kepentingan (klinisi, akademisi, peneliti, pemerintah, dan pemangku kepentingan lain), serta meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah yang sensitif gender.

   Tujuan  Kegiatan

  1. Mempelajari faktor risiko, diagnosis, dan prognosis penyakit jantung dan pembuluh darah pada perempuan
  2. Mempresentasikan hasil studi terkait pengalaman perempuan Indonesia dengan penyakit jantung.
  3. Memahami perspektif perempuan dalam mengakses layanan kesehatan untuk penyakit tidak menular

   Target Peserta

  1. Klinisi, peneliti, akademisi, dan mahasiswa
  2. Dinas kesehatan, puskesmas, dan rumah sakit
  3. Masyarakat umum

   Narasumber

  1. dr. Leonora Johana Tihuata, SpJP – dalam konfirmasi
    (Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah di RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang, Indonesian Women of Cardiology)
  2. Sutantri Skep, RN, MSc, PhD – dalam konfirmasi
    (Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta)

   Pembahas

  1. Abigael Wohing Ati, MA – dalam konfirmasi (Peneliti PKMK FK - KMK UGM)

   Agenda Kegiatan

Hari/Tanggal : kamis, 29 September 2022
Pukul : 13.00-14.30 WIB

   Detail Kegiatan

Waktu Kegiatan Pembicara
13.00 - 13.10

Persiapan kegiatan dan Pembukaan
Moderator dan MC: dr. Srimurni Rarasati, MPH

Shita Listya Dewi
(Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan PKMK FK - KMK UGM)

video

13.10 - 13.25 Mempelajari faktor risiko, diagnosis, dan prognosis penyakit jantung dan pembuluh darah pada perempuan

dr. Leonora Johana Tihuata, SpJP

materi   video

13:25 - 13:40 Mempresentasikan hasil studi terkait pengalaman perempuan Indonesia dengan penyakit jantung.

Sutantri, S.Kep, RN, MSc, PhD

materi   video

13:40 - 14:05

Pembahasan:

Memahami perspektif perempuan dalam mengakses layanan kesehatan untuk  penyakit tidak menular

Abigael Wohing Ati, MA

materi   video

14.05 - 14.25 Diskusi: Tanya & Jawab
14.25 - 14.30 Penutupan

Moderator dan MC:
Mentari Widiastuti, MPH

REPORTASE KEGIATAN

 

Keikutsertaan dalam kegiatan ini tidak dipungut biaya

Narahubung

Mentari Widiastuti (0857-4166-6306)
Sandra Frans (0821-4491-0230)

 

 

Reportase Webinar Forum Kebijakan JKN: (Studi Kasus di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan)

Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi dalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Jawa Timur

28jn5Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM, menggelar webinar Forum Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bertajuk “Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi dalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN”. Kegiatan ini terdiri atas enam seri dan dilaksanakan setiap bulan pada Juni – Desember 2022 dengan melibatkan mitra dari perguruan tinggi di beberapa provinsi. Pada seri pertama (28/06/22), webinar dilaksanakan bersama mitra PKMK yaitu dosen Poltekkes Kemenkes Malang yaitu Puguh Priyo Widodo, Amd., RMIK., S.Si., SKM., MMRS., AAAK sebagai narasumber utama untuk membahas studi kasus tentang pembiayaan kesehatan dan JKN dalam studi kasus di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan.

Continue Reading

Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi Dalam Penguatan Dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Daerah

Kerangka Acuan Kegiatan

Dukungan Perguruan Tinggi di Berbagai Provinsi
Dalam Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan
Pembiayaan Kesehatan & JKN di Daerah

   Latar Belakang

Saat ini, sistem kesehatan di Indonesia akan melakukan pemulihan pasca pandemi COVID-19. Kementerian Kesehatan telah menyiapkan rancangan transformasi sistem kesehatan untuk menyambut endemi di Indonesia. Salah satu bagian komponen terpenting dalam transformasi ini adalah penguatan pembiayaan kesehatan. Transformasi ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, tetapi juga membutuhkan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan utamanya pemerintah daerah, perguruan tinggi dan berbagai kelompok kepentingan terkait lainnya.

PKMK FKKMK UGM mengajak mitra universitas di setiap provinsi untuk melakukan dialog kebijakan dengan pemerintah daerah dan/atau pemerintah pusat untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pembiayaan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional (JKN). Dialog kebijakan ini menjadi penting mengingat anggaran kesehatan di pusat hingga daerah mengalami gangguan selama pandemi COVID-19. Di sisi lain, Beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) setiap tahun semakin meningkat. Tahun 2017 ke tahun 2018 terjadi peningkatan berturut - turut 26% (2017), 12% (2018), 15% (2019) dan turun -12% tahun 2020 karena situasi pandemi. Data BPJS Kesehatan menggambarkan bahwa penyakit katastropik tahun 2020 menempati 25% - 31% dari total beban jaminan kesehatan. Beban jaminan kesehatan untuk penyakit katastropik secara nasional dapat dijelaskan dalam Gambar di bawah ini.

gb22

Gambar 1. Beban Jaminan Kesehatan untuk Penyakit Katastropik (juta rupiah) dengan data sampel 1%.

Tujuan sistem kesehatan yang ingin tercapainya ekuitas atau berkeadilan memperlihatkan perlu adanya pelibatan pemangku kepentingan untuk menganalasis masalah pembiayaan kesehatan dan JKN di daerah. Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terjadi penggunaan dana klaim BPJS yang sangat tinggi di propinsi-propinsi yang maju. Selain itu, pembiayaan kesehatan sebelum dan selama pandemi COVID-19 memiliki variasi pendapatan, belanja, dan pemanfaatan yang berbeda di setiap daerah berdasarkan kapasitas fiskal. Daerah dengan kapasitas fiskal rendah mengalami kendala dalam menyediakan akses dan fasilitas pelayanan kesehatan karena anggaran kesehatan yang terbatas tetapi beban yang besar.

   Tujuan 

Untuk itu, PKMK FK-KMK UGM mengajak berbagai perguruan tinggi di masing-masing provinsi dengan tujuan:

  1. Untuk menyajikan kondisi pembiayaan kesehatan dan pelaksanaan JKN berdasarkan data sampel BPJS Kesehatan, data rutin kesehatan dan data survey kesehatan terkait lainnya.
  2. Perguruan tinggi juga dapat menyajikan berbagai usulan untuk mengatasi persoalan pembiayaan kesehaan dan pelaksnaan JKN di daerah.

   Perguruan Tinggi dan Provinsi

Topik: Penguatan dan Keberlanjutan Kebijakan Pembiayaan Kesehatan & JKN di Daerah

28 JUNI

Poltekkes Kemenkes Malang, Jawa Timur

Narasumber: Puguh Priyo Widodo, Amd., RMIK., S.Si., SKM., MMRS., AAAK
(Dosen Poltekkes Kemenkes Malang)

video   materi

video   dr. Anita Flora - Dinkes Kabupaten Malang 
video   dr. Aissyiyah Nur An nisa - BPJS Kesehatan Kabupaten Malang 
video   dr. Dyah Miryanti, MM, AAAK - Kepala Cabang BPJS 
video   Sesi Diskusi 

REPORTASE WEBINAR

 

 

*topik ini dapat disesuaikan dengan studi kasus di daerah oleh setiap narasumber dari perguruan tinggi dan memanfaatkan data sampel BPJS Kesehatan, data rutin kesehatan dan data survey kesehatan lainnya yang dapat menjelaskan tentang pembiayaan kesehatan dan JKN di daerah.
**Narasumber dan pembahas dapat disesuaikan dengan kesepakatan bersama mitra.

 

 

Kemenkes Gelar Pertemuan Pertama Health Working Group G20 dan Side Event Tuberkulosis

Selama 3 hari kedepan, pertemuan HWG 1 akan dibagi dalam 6 sesi diskusi. Sesi 1 membahas tentang Digital Documentation of COVID-19 Certificates, sesi 2 membahas Harmonizing Global Health Protocols, sesi 3 membahas Harmonizing Global Health Protocols, sesi 4 membahas Sharing National Experiences and Best Practices in Implementing Policy and Mutual Recognition, sesi 5 membahas Harmonizing Global Health Protocols dan sesi 6 adalah penutup yakni Follow Up dan Concluding Plennary Session. Masing-masing sesi akan melibatkan pakar dan pemateri dari berbagai negara.

Melalui berbagai sesi ini diharapkan bisa menghasilkan kesepakatan yang dapat mendorong implementasi harmonisasi protokol kesehatan global, sehingga mobilitas antar negara akan semakin terjamin keamanannya serta turut mempercepat pemulihan ekonomi dunia.

Setelah keenam sesi tersebut selesai, agenda HWG 1 akan dilanjutkan dengan G20 Side Event Tuberkulosis yang berlangsung pada 29-30 Maret 2022.

Mengangkat tema “Pembiayaan Penanggulangan TBC: Mengatasi Disrupsi COVID-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi Masa Depan”, pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat komitmen global dalam mengakhiri TBC pada 2030 utamanya komitmen dalam peningkatan pendanaan bagi pencegahan dan penanggulangan TBC yang berkelanjutan.

Teknologi Digital Jadi Basis Harmonisasi Standar Protokol Kesehatan Global

Selama dua tahun pandemi COVID-19, dunia memberlakukan pembatasan mobilitas masyarakat baik antarwilayah maupun antarnegara untuk mengantisipasi penyebarluasan penularan COVID-19.

Hal ini berdampak luas tidak hanya pada sektor kesehatan namun juga sektor ekonomi dan pariwisata. Menurut data global di tahun 2020 menurun sekitar 73% dan tahun 2021 menurun 72% dibandingkan dengan tahun 2019.

Penurunan ini selain disebabkan oleh pembatasan pelaku perjalanan juga diakibatkan oleh ketidakpastian mengenai aturan protokol kesehatan. Dinamisnya situasi pandemi global, telah mendorong berbagai otoritas kesehatan di setiap negara menerapkan protokol kesehatan yang terus berubah dan berbeda satu sama lain, hal itu meningkatkan biaya, menambah kerumitan, dan menyebabkan ketidaknyamanan.

“Karenanya kita perlu menyelaraskan standar protokol kesehatan global untuk memungkinkan perjalanan internasional yang aman dan membantu kesejahteraan ekonomi dan sosial pulih untuk selamanya,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat membuka pertemuan HWG 1 di Yogyakarta pada Senin (28/3).

Dari diskusi ini disepakati bahwa metode yang akan digunakan untuk penerapan protokol kesehatan adalah QR Code yang sesuai dengan standar WHO. Penggunaan QR Code ini dinilai bisa menyimpan informasi dengan aman dan response yang lebih cepat.

“Kita ingin mendorong bahwa standardisasi protokol kesehatan global itu sederhana, simpel dan standarnya sama di seluruh dunia. Dengan adanya teknologi digital yang baru, kita benar-benar ingin memanfaatkan teknologi yang ada,” kata Menkes.

Kendati standarisasi prokes berlaku di seluruh negara, Menkes menekankan bahwa setiap negara tetap diberikan fleksibilitas saat akan memberikan requirment. Negara diberikan kebebasan menerapkan aturan prokes di negaranya, dengan catatan prosedurnya harus jelas dan terbuka, yakni bisa diakses seluruh dunia.

sumber:

 

 

 

Webinar Kenyataan dan Harapan Pemangku Kepentingan untuk Penanganan Diabetes melalui Peranan Pemerintah Daerah

Kerangka Acuan Kegiatan Webinar

Kenyataan dan Harapan Pemangku Kepentingan
untuk Penanganan Diabetes melalui Peranan Pemerintah Daerah

19 April 2022  |  Pukul : 13.00-15.00 Wib

   Latar Belakang

Diabetes merupakan 10 besar penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia dan penyakit diabetes seperti fenomena gunung es, dimana yang menderita diabetes jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan yang sudah diketahui diabetes (Kemenkes, 2021). Saat ini, Indonesia mengalami peningkatan pesat penderita diabetes. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada 2045 dapat mencapai 28,57 juta. Jika dibandingkan dengan jumlah penderita diabetes pada 2011 mencapai 7,29 juta dan sepuluh yaitu pada 2021 mencapai peningkatan 167% (19,47 juta). Di sisi lain, jumlah kematian yang diakibatkan oleh diabetes di Indonesia mencapai 149.872 jiwa pada 2011. Jumlah ini diproyeksi meningkat bila dibandingkan dengan 2021 (236.711 jiwa) (Iternational Diabetes Federation, 2021). Berdasarkan hasil penelitian BPJS Kesehatan 2021, menjelaskan bahwa pasien COVID-19 ditemukan bahwa diabetes (42%) menjadi komorbid yang terbanyak jika dibandingkan dengan hipertensi (32%), gangguan jantung (11%), gagal ginjal (6%) tuberkulosis (4%), asma (2) serta masing - masing 1% untuk PPOK, gangguan liver, dan kanker.

Proyeksi dan kondisi prevalensi dari diabetes perlu menjadi perhatian pemangku kepentingan di Indonesia, karena penyakit ini telah menjadi epidemi (S. Wild, G. Roglic, A. Green et al., 2001). Diabetes memiliki resiko untuk mengalami komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular yang menyebabkan beban yang signifikan bagi individu dan masyarakat (Matheus er al., 2013). Beban ini mencakup biaya langsung perawatan medis dan biaya tidak langsung, seperti hilangnya produktivitas, yang diakibatkan oleh morbiditas terkait diabetes dan kematian dini (M. I. Harris, 1995; American Diabetes Association, 2007). Jika masalah diabetes ini diabaikan maka dapat menimbulkan tantangan besar dalam sistem kesehatan untuk mencapai cakupan kesehatan universal (Soewondo, Ferrario dan Tahapary, 2013).

   Tujuan 

Kegiatan ini dilakukan untuk memperingati hari diabetes nasional yang bertepatan pada 18 April. Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk:

  1. Kondisi prevalensi diabetes di daerah
  2. Mengetahui strategi dan tantangan kebijakan penanganan diabetes di daerah
  3. Membahas penguatan kebijakan penanganan diabetes untuk pemerintah daerah dari pemangku kepentingan

   Target Peserta

  1. Pengambil keputusan nasional dan daerah
  2. Akademisi Bidang Kesehatan Masyarakat, Kebijakan Kesehatan, dan lain - lain
  3. Peneliti, Konsultan dan Pemerhati Bidang Kesehatan Masyarakat, Kebijakan Kesehatan, dan lain – lain.
  4. Pemangku Kepentingan lainnya.

   Pembicara

  1. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
  2. Dinas Kesehatan Provinsi Maluku

   Pembahas

  1. Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan
  2. Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD, Dosen di Bidang Metabolisme dan Endokrinologi, Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  3. Sobat Diabetes

   Agenda Kegiatan

Hari/Tanggal : Selasa, 19 April 2022
Pukul : 13.00-15.00 Wib

   Detail Kegiatan

REPORTASE

Waktu Kegiatan Pembicara
13.00 - 13.05 WIB Pembukaan

Shita Listya Dewi, Kepala Divisi Kebijakan Kesehatan Masyarakat, PKMK FK-KMK UGM 

video

13.05 - 13.35 WIB

Pemaparan

Situasi Prevalensi dan Penanganan Diabetes di Daerah

Ira Hentihu - Dinas Kesehatan Provinsi Maluku

materi   video

Arfian Nefi - Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

materi   video

13.35 - 14.21 WIB

Pembahasan

Pandangan dan Harapan Pemerintah, Ahli dan LSM untuk Pemerintah Daerah dalam Penanganan Diabetes

dr. Elvieda Sariwati, M.Epid, - Plt Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan

Video

Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD, Dosen di bidang metabolisme dan endokrinologi, Departemen penyakit dalam, FK UI

video

dr. Rudy Kurniawan, SpPD, DipTH - Founder Sobat Diabet

video

14.21 - 14.55 WIB

Diskusi dan Tanya Jawab

Video

14.55 - 15.00 WIB Penutupan

 

 

Tantangan Strategic Health Purchasing TB di Era Transformasi Kesehatan

Kerangka Acuan Kegiatan

Tantangan Strategic Health Purchasing TB di Era Transformasi Kesehatan

Kamis, 24 Maret 2022  |  Pukul : 13.00-15.00 Wib

   Pengantar

Saat ini, Kementerian Kesehatan telah mencanangkan Transformasi sistem kesehatan Indonesia tahun 2021-2024. Terdapat enam pilar transformasi kesehatan dimana salah satunya adalah pilar transformasi pembiayaan kesehatan. Pilar ini bertujuan menata ulang pembiayaan dan manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta meningkatkan proporsi pembiayaan layanan promotif dan preventif melalui penambahan layanan penyaringan (screening) dasar bagi seluruh rakyat Indonesia , tidak terkecuali penyakit tuberkulosis.

Program Tuberkulosis yang merupakan prioritas masalah pembangunan kesehatan nasional mempuny ai gambaran penganggaran untuk program Tuberkulosis yang sedikit berbeda. Pendanaan terbesar untuk program Tuberkulosis bersumber dari Pemerintah Pusat melalui skema APBN (untuk penyediaan kebutuhan sisi suplai; tenaga kesehatan, alat diagnosis dan laboratorium, obat-obatan dan kebutuhan pengelolaan program), skema pembiayaan asuransi sosial nasional – JKN dan Hibah. Beragamnya jalur pendanaan yang diterima fasilitas kesehatan, terlebih masing-masing jenis pendanaan sudah ditentukan peruntukannya menyulitkan perencanaan dan berpotensi inefisiensi dalam implementasi kegiatan program. Sedangkan, kebutuhan pendanaan untuk penanggulangan tuberkulosis di Indonesia semakin meningkat. Total anggaran yang dibutuhkan untuk Penanggulangan tuberkulosis di tahun 2019 adalah 366 juta USD. Pendanaan dari dalam negeri hanya 30% (110 juta USD), sementara pendanaan luar negeri adalah 47 juta USD (13%). Oleh karena itu masih ada kesenjangan sebesar 209 juta USD (57%) (WHO, 2019) .

Pelayanan program tuberkulosis sebagian besar dibiayai oleh program nasional, sedangkan sebagian lainnya telah diintegrasikan ke dalam paket manfaat JKN yaitu pelayanan diagnostik dan konsultasi di tingkat primer. Perlindungan finansial dari kemungkinan belanja katastropik merupakan salah satu tujuan dari cakupan kesehatan semesta. Namun demikian, penelitian oleh (Fuady et al., 2018) menunjukkan bahwa rumah tangga masih berpeluang untuk menanggung biaya katastropik akibat tuberkulosis. Total biaya yang ditanggung oleh rumah tangga adalah 133 USD untuk pasien tuberkulosis sensitif obat dan 2,804 USD untuk pasien TB MDR. Proporsi rumah tangga yang mengalami biaya katastropik akibat tuberkulosis sensitif obat adalah 36% (43% pada rumah tangga miskin dan 25% pada rumah tangga yang tidak miskin). Proporsi rumah tangga yang mengalami biaya katastropik akibat TB MDR adalah 83%. Biaya katastropik pada rumah tangga miskin disebabkan karena status pasien tuberkulosis sebagai pencari nafkah, kehilangan pekerjaan, dan riwayat pengobatan sebelumnya (Fuady et al., 2018).

Keterbatasan anggaran pemerintah dan penurunan dana donor mendorong pemanfaatan dana yang ada seoptimal mungkin. Pelaksanaan kegiatan program yang ‘overlapping’, pendanaan yang terfragmentasi, sistem informasi yang berjalan parallel, dan beberapa hal lain menunjukkan masih adanya inefisiensi dalam sistem pelayanan program tuberkulosis. Potensi pengaitan pembayaran dari BPJS Kesehatan ke pemberi pelayanan kesehatan, transfer dana perimbangan dari Pusat ke daerah masih belum dikaitkan dengan kinerja penerima. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas pembiayaan, belanja kesehatan strategis penyakit Tuberculosis perlu menjadi perhatian. Belanja strategis kesehatan memastikan bahwa pusat/daerah mendapatkan lebih banyak nilai untuk uang yang dibelanjakan yang memungkinkan sistem kesehatan untuk mencapai outcome kesehatan dan perlindungan financial yang lebih baik

   Tujuan 

  1. Memahami perubahan kebijakan dalam pemenuhan layanan Tuberkulosis dalam Era Transformasi Kesehatan.
  2. Memahami gap antara apa yang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan dalam penggunaan prinsip Strategic Purchasing pelayanan Tuberculosis
  3. Memahami biaya untuk penyakit katastropik Tuberculosis.
  4. Mendapatkan pelajaran dan best practice belanja kesehatan strategis pada layanan Tuberkulosis.

   Peserta Kegiatan

  1. Praktisi Kesehatan
  2. Organisasi Profesi
  3. Akademisi
  4. LSM
  5. Mahasiswa

   Agenda Kegiatan

Hari/Tanggal : Kamis, 24 Maret 2022
Pukul : 13.00-15.00 Wib

   Detail Kegiatan

Reportase kegiatan

Waktu Agenda

13.00-13.05 WIB

Pembukaan:
Tantangan Strategic Health Purchasing TB di Era Transformasi Kesehatan

dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., PhD., FRSPH - Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Pengabdian Masyarakat FKKMK UGM

Moderator: Candra

13.05-13.20 WIB

Kebijakan dan Implementasi Strategic Health Purchasing TB

Aditia Trisno Nugroho, MD, MIPM - Health Financing Advisor in the USAID TB Private Sectors (TBPS)

materi

13.20 – 13.35 WIB

Katastropik Cost untuk Patient TB

dr. Riris Andono Ahmad, MD, MPH, Ph.D. - Direktur Pusat Kedokteran Tropis FKKMK UGM

materi

13.35 -14.20 WIB

Pembahasan

  1. BPJS Kesehatan 
  2. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes 
  3. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta 
14.20 - 14.50 WIB Diskusi
14.50 - 15.00 WIB Penutupan