logoKKI

jkki2kki2

  • Home
  • Tentang KKI
    • Visi & Misi
    • JKKI
    • Hubungi kami
  • publikasi
    • E-Book
    • Artikel
    • Hasil Penelitian
    • Pengukuhan
    • Arsip Pengantar
  • Policy Brief
  • Pelatihan
  • E-library
  • Search
  • Login
    • Forgot your password?
    • Forgot your username?
24 Feb2015

TB Banyak Ditemukan di Lapas/Rutan

24feb15Penyakit tuberkulosis (TB) ternyata paling banyak ditemukan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan). Hal itu bisa terjadi sebagai dampak dari sesaknya penghuni di kedua tempat tersebut.

"Orang di penjara biasanya mudah stress. Orang stress daya tahan tubuhnya rendah. Kena percikan ludah dari penderita TB sedikit saja, kumannya langsung menular," kata Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Sigit Priohutomo di Rutan Cipinang, Jakarta, Selasa (24/2).

Hadir dalam kesempatan itu Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana, Kementerian Hukum dan HAM, Nugroho dan Kepala Rutan Kelas I Cipinang, Asep Sutarda.

Untuk itu, lanjut Sigit, program eliminasi TB sejak tahun lalu difokuskan di rutan maupun lapas. Dari 382 lapas/rutan yang ada di Indonesia, sudah ada 251 lapas/rutan yang mendapat intervensi penanganan TB.

"Biasanya penyakitnya sudah komplikasi dengan penyakit lain seperti TB dengan Hiv/Aids, TB dengan hipertensi atau TB dengan diabetes. Semua diobati sesuai indikasinya," tutur Sigit Priohutomo.

Sigit mengakui bukan perkara mudah mengobati pasien TB. Karena butuh ketekunan minum obat rutin hingga 6 bulan nonstop. Biasanya, pasien berhenti di bulan kedua, karena merasa kondisi kesehatannya membaik dan ditunjang rasa bosan minum obat terus menerus.

"Begitu berhenti minum obat, kuman jadi resisten atau kebal. Sehingga butuh obat baru TB yang lebih kuat dan waktunya lebih lama," kata Sigit.

Ia mencontohkan pengobatan TB normalnya selama 6 bulan. Jika kuman sudah resisten, diganti obat lain dengan waktu pengobatan diperpanjang menjadi 1,5 tahun.

Jika menggunakan obat suntik yang biasanya selesai dalam kurun waktu 2 bulan. Jika sudah resisten pengobatan dengan suntik diperpanjang menjadi 6 bulan.

"Kalau sudah resisten, biaya pengobatannya jadi mahal. Karena harga obat baru lebih mahal dibandingkan obat TB lama. Waktunya pun jadi lebih lama. Kenaikan biayanya jadi berlipat-lipat," ujar Sigit.

Kepala Rutan Cipinang, Asep Sutarda mengakui adanya over kapasitas di setiap lapas/rutan. Di Rutan Cipinang sendiri, kelebihan kapasitas itu mencapai 302 persen.

"Kapasitas Rutan Cipinang yang seharusnya dihuni sekitar 1000 orang, kini menjadi 3 ribu orang. Bisa dibayangkan bagaimana sesaknya di rutan," kata Asep.

Ditambahkan Asep, penyakit tertinggi yang ada di Rutan Cipinang selain TB juga ada HIV, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), hepatitis, hipertensi, dan penyakit kulit.

"Tahun 2014 ada 42 kematian di Rutan Cipinang. Faktor penyebabnya komplikasi penyakit TB dengan HIV. Ada karena Ispa dan hepatitis," kata Asep menandaskan. (TW)

{jcomments on}

jadwalbbc

oblbn

banner dask

review publikasi

maspkt


reg alert

Memahami tentang

  • Sistem Kesehatan
  • Kebijakan Keluarga Berencana
  • Health Policy Tool
  • Health System in Transition Report

Arsip Agenda

2022  2023  2024

2019  2020  2021

2018  2017  2016

2015  2014  2013

2012  

Facebook Page

Copyright © 2019 | Kebijakan Kesehatan Indonesia

  • Home
  • Tentang KKI
    • Visi & Misi
    • JKKI
    • Hubungi kami
  • publikasi
    • E-Book
    • Artikel
    • Hasil Penelitian
    • Pengukuhan
    • Arsip Pengantar
  • Policy Brief
  • Pelatihan
  • E-library